Jogja Antique

Saturday, December 11, 2010

Pacaran

Pacaran, hmm, kalo anak kecil baru bisa baca, pasti gini deh bacanya, pe a, pa, ce a, ca, er a, ra, en, pa-ca-ran. Yupz, pacaran. Dalam kamus bahasa Jawa populer (emang ada), secara bahasa atau terminologi, pacaran disebut juga gendaan. Atau, kalo guruku bilang, pacaran juga disebut indehoi (hehe, nggak nyambung banget ya). Atau, apalah bahasa yang lain. Sedangkan menurut istilah, aku belum menemukan jawabannya, sehingga aku persilahkan untuk para remaja menafsirkan sendiri, atau mencari sumber yang tepercaya dari para ahli (payah, nggak bertanggung jawab banget ya, hehe). Yang jelas, walaupun tidak aku artikan, pasti para anak muda tau banget soal pacaran.
Namun, tahukah Anda, meskipun ada spirit positif dari pacaran, terselubunglah konspirasi jahat setan, sang musuh Tuhan. Tuhan mewantikan agar kita nggak mendekati zina, tapi dengan pacaran, berarti kita bukan hanya mendekati, tapi sudah melakukan. Mungkin ada yang protes, kan gue pacaran masih pake jarak, nggak sampe nglakuin yang begituan. Yah, basi kalau alasan kaya gitu. Yang perlu diketahui, zina bukan hanya kaya gituan aja, melainkan ada zina mata, tangan, mulut. Dan yang paling tidak kita sadari adalah zina hati.
Kita juga menjadi tidak sungguh sunguh dalam beribadah. Contohnya, pas sholat, kita jadi ngebayangin dia terus, manisnya omongannya. Lembutnya tangannya, wajahnya, de el el. Wah, jadi nggak khusuk kan jadinya. Dan dampak negatif lain, pikiran kita yang seharusnya bisa untuk memikirkan pelajaran, masa depan bangsa dan dirinya, justru malah tersita untuk sang pacar. Coba pikirkan, jika kapasitas seseorang, tarohlah 10 kb, buat memikirkan pacarnya, dibanding dengan yang buat mikirin hal yang bermanfa’at, pasti deh, bla bla bla..(udah tau kan jawabannya). Sayang banget kan jadinya. Orang yang cerdas bisa sia sia otaknya gara gara mikirin pacarnya
Lagi pula, orang yang pacaran, berarti tidak sayang dengan hati mereka. Karena biasanya pacaran melibatkan hati dan perasaan. Dan ngomong tentang perasaan, biasanya kaum wanita yang dirugikan. Kecuali buat orang yang tidak punya hati, kayak robot. Banyak kasus orang bunuh diri gara gara putus cinta. Ditolak oleh pujaan hati, atau kalo nggak bunuh diri, yaa minimal jadi gila (astaga, ngeri!) Nah, kalo kayak gini, bagi perempuan yang masih waras, tinggalkanlah pacaran.
Dengan pacaran, harga diri kita juga turun. Sangat mungkin, kita akan menjadi sangat terbuka dengan pacar kita. Ada dua kemungkinan. Pertama, jika ternyata pacar kita menjadi milik kita, hidup pasca pernikahan menjadi tidak mengasikkan lagi, karena tidak ada hal yang baru, karena kita sudah mengetahui persis watak pasangan kita. Bukan menjadi saling pengertian, tapi malah menjadi hambar. Yang kedua, jika dia bukan jodoh kita, wah, harga diri kita jatuh abiss. Kemungkinan besar, mantan pacar kan mengobral segala hal jelek tentang kita. Wah, gawat kan, bisa nggak laku lagi kita.
Nah, dari pada otak kita yang tersayang ini, waktu kita yang berharga ini buat pacaran, lebih baik kita curahkan buat kepentingan bangsa ini, dan tentu saja untuk masa depan kita sendiri kan? Dan jika kita ingin merasakan indahnya hubungan bersama dengan orang yang kita cintai, bukan dengan pacaran, tapi dengan ikatan suci pernikahan. Dalam agama, cinta tidak dilarang, bahkan ditempatkan di suatu makam (artinya tempat, bukan kuburan) yang istimewa. Namun agama tidak menuntun kita menjadi budak nafsu yang menodai cinta ini. Dengan pernikahan, cinta menjadi suatu yang sangat indah. Juga pernikahan kita tidak kan menjadi hambar, karena banyak hal baru tentang si dia. Lagi pula, pacaran namun setelah akad nikah dilafalkan, akan lebih menjaga kehormatan, bahkan mendapat pahala.
Oke, tuntunan agama sudah jelas, gamblang dan tentunya tidak menyesatkan. Tinggal Anda pilih, agama yang dari Tuhan, atau nafsu yang dikendalikan setan. Selamat memilih…< SUARA MERDEKA >

BERITA KOMPAS