Semarang, CyberNews. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini tengah digalakkan oleh Pemprov Jateng. Hanya saja peran swasta dalam memajukan pariwisata masih terpinggirkan.
''Selama ini ada keluhan dari swasta bahwa mereka hanya sekedar pelengkap derita. Misal ada kunjungan dan promosi ke luar negeri, 90 persen itu malah dari sektor pemerintah dan swasta hanya 10 persen. Berarti suara swasta belum begitu terdengar,'' ungkap Direktur Eksekutif Budi Santoso Foundation (BSF) Adi Ekopriyono, Senin (9/5), di sela workshop pariwisata di kantor BSF Ruko Pandanaran Kav 6 No 14.
Kegiatan itu difasilitasi BSF bersama GIZ Jerman. Hadir dalam acara itu Ketua Kadin Jateng Solichedi, Ketua Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jateng Heru Isnawan, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) Jateng Handoyo K Setiadi, Kadin Solo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jateng, Asita Jateng dan perwakilan biro travel.
Adapun workshop tersebut merupakan kelanjutan dari hasil survei dan studi banding terhadap pembangunan dan pengembangan ekonomi Jateng di sektor pariwisata. Diharapkan workshop tersebut mampu mengangkat peran dan memberdayakan sektor swasta. Disini peran swasta sangat besar dalam memajukan pariwisata. Dimanapun di daerah yang sudah maju pariwisatanya, peran swasta sangat menonjol.
''Yang memiliki usaha pariwisata itu kan swasta. Ada pengusaha hotel, pemilik homestay, operator pariwisata, travel agent, pelaku bisnis bidang pariwisata, pengusaha angkutan, pemilik restoran, dan berbagai bisnis lainnya yang mensupport pariwisata,” imbuhnya.
Lebih jauh Adi mengatakan, bahwa merekalah yang meramaikan dan memajukan pariwisata. Sedangkan pemerintah sendiri berperan sebagai pembuat regulasi dan memfasilitasi saja. Sejauh ini, menurutnya, pemahaman Pemprov Jateng akan pariwisata belum sepenuhnya berpihak pada sektor swasta.
Hal itu bisa dilihat dari cara pandang politik geografis stakeholder terkait. Sementara itu, Senior Advisor GIZ Rino Sa'danoer menyebutkan, workshop itu digelar untuk mengetahui apa yang diinginkan stakeholder terhadap peningkatan daya saing wisata di Jateng. ''Dari workshop ini selain apa yang diinginkan kita juga tahu tindakan apa yang diperlukan dan dibutuhkan Jateng,'' ungkap Rino.
Keterlibatan dan kerjasama yang baik di antara stakeholders yang terditi dari, industri pariwisata, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, masyarakat lokal dan wisatawan mutlak diperlukan agar pariwisata dapat berkelanjutan. Melalui suatu instrumen yakni metode compass, akan tercapai rumusan partisipatif yang lebih mendekati realitanya. Rumusan hasil ini nantinya akan digunakan sebagai action plan. Yakni, masukan bagi pemerintah dalam menyusun kegiatan-kegiatan yang didanai APBD dan berhubungan dengan pengembangan pariwisata.
( Hartatik / CN27 / JBSM SUARA MERDEKA