Akhir tahun lalu seperti biasa aku mendapatkan tugas untuk memberi materi diksar tentang ekoturism di Lereng Merapi. Karena mendapatkan jatah pagi hari sekitar jam 5 pagi maka aku berangkat dari jogja tengah malam bersama teman. Lokasi Pendidikan dasar di belakang rumah mbah marijan sang juru kunci merapi, maka aku menyempatkan diri mampir ke rumah beliau, namun malam itu aku tidak ketemu. Lalu aku mampir di warung depan rumah beliau memesan nasi goreng dan wedang gedang minuman khas merapi.
Tak berapa lama aku menuju ke belakang rumah mbah marijan, dijemput temen-temen panitia diksar kapala, ngobrol ngalor ngidul, tentang mbah marijan, tentang masjid yang dibangun di samping rumah mbah marijan, tentang uang hasil iklan ROSA yang konon dipakai untuk membangun masjid dan sebagian digunakan untuk warga kinahrejo, tentang tempat diksar di lembah apakah aman dari lava, lahar dan awan panas, cerita tentang bunker perlindungan yang ternyata menjadi buah simalakama karena tidak bisa menanggulangi ancaman lava sehingga pada letusan sebelumnya ada yang mati di dalam, dan semua tentang hal-hal merapi, mbah marijan dan juga awan panas alias wedhus gembel itu.
Gak kerasa pagi sudah menjelang, aku mengambil kamera dan jalan-jalan diseputar lembah bebeng, dibawah warung-warung yang dulu banyak dibangun sebelum porak-poranda oleh terjangan lava merapi. Aku ambil beberapa gambar, dan tepat jam 5 pagi aku sudah mulai duduk ditengah lingkaran kecil yang dibuat oleh peserta diksar kapala ampta. Hal-hal tentang definisi ekowisata, prinsip dasar ekoturism, kemasan ecoturism, dan juga pemasaran wisata minat khusus menjadi diskusi yang menarik pagi itu.
Teman-teman nampak antusias dengan banyak pertanyaan-pertanyaan tentang merapi, keunikan merapi dan branding merapi. Secara ilmiah awan panas atau wedhus gembel adalah branding yang tidak tertandingi di belahan dunia manapun. Keaktifan merapi, lava merapi yang selalu menyembur menjadi atraksi alam yang sangat menarik untuk di tonton dan dipelajari. Sungguh tidak akan ada habisnya klo kita bicara tentang merapi.
Siang harinya, aku menyempatkan diri untuk mampir ke rumah mbah marijan, beliau sedang mengangkat batu agak besar dengan pengungkit. Ketika aku lewat, beliau menyapa sekaligus memintaku untuk membantunya. Tentu dengan senang hati kulakukan permintaan mbah marijan saat itu. Lalu aku duduk di warung dekat rumah beliau, sementara mbah marijan sendiri melanjutkan pekerjaan rumahnya dengan naik pohon belimbing di depan rumah lalu memangkas ranting-rantingnya.
Aku agak kawatir melihat beliau memanjat pohon, kaki dan tangannya sudah agak gemetar, pertanda usianya yang sudah lanjut, Namun Mbah marijan masih berusaha untuk gesit dan tangkas, sehingga menolak bantuanku untuk membantunya, kecuali memegang tangga yang digunakan untuk naik pohon itu.
Itulah terakhir kali aku bertemu dan menyapa beliau, Mbah Marijan Sang Juru Kunci Merapi. Aku tidak peduli orang bilang apa tentang beliau, ada yang bilang ngeyelan, sok berani gak mau turun gunung dan sebagainya. Bagiku mbah marijan adalah sang juru kunci merapi, mengabdi untuk masyarakatnya, rajanya dan juga Tuhannya. Dan beliau akan selalu menjaga titah juru kunci itu sampai titik darah penghabisan, sampai detik terkahir semua warganya mengungsi, beliau akan menjadi orang terakhir untuk mengungsi. Kami bangga atas pengabdian mbah marijan, yang setiap tutur katanya akan ditaati oleh para pendaki yang singgah ke rumahnya. SELAMAT JALAN MBAH MARIJAN, SANG JURU KUNCI MERAPI, KAMI AKAN SELALU BANGGA DAN MENGENANGMU sebagai Manusia biasa yang taat dan setia mengabdi.
Yang selalu kangen merapi
karis