Esok 14 Juli adalah hari lahir almamater kita yang kita cintai.
Tak terasa sudah 22 tahun SMA Taruna Nusantara berdiri.
Di kelilingi untaian gunung dan dekat "pakuning tanah Jawa" asa Almarhum Jenderal Benny Moerdani diwujudkan dalam bangunan megah dengan filosofi tersendiri.
Semua dengan tujuan "Masa depan Bangsa dan Negara".
Cita-cita yang mulia dari seorang anak bangsa yang tidak mengejar kepentingan pribadi di saat beliau memiliki jabatan. Cita-cita untuk memajukan bangsanya sejajar bahkan lebih dari bangsa lain di dunia. Dan cita-cita itu tidak dapat diwujudkan tanpa adanya pendidikan bagi generasi penerus bangsa sehingga dirasanya perlu mewujudkan sekolah yang "luar biasa" untuk mendidik generasi "luar biasa" demi membawa Bangsa Indonesia menjadi "luar biasa".
Almamater kita punya nilai yang luar biasa, bukan hanya bagi diri kita, tetapi bagi bangsa kita Indonesia. Alangkah wajar bila kita mempertahankan nilai-nilai yang diupayakan oleh para pendiri sekolah ini. Mempertahankan nilai adalah hal yang selalu gagal dilakukan oleh bangsa kita, sejarah telah mencatat kecenderungan bangsa kita untuk "merusak apa yang telah diupayakan oleh para pendahulu".
Dengan momentum ulang tahun SMA Taruna Nusantara esok, saya mengajak kita semua untuk mengingat kembali seberapa besar harapan pendiri sekolah ini dan seberapa jauh kita telah hidup dan menghidupi nilai-nilai luhur yang mereka tanamkan selama kita dididik di kampus 56172?
Kondisi SMA Taruna Nusantara saat ini telah jauh dari nilai ideal khususnya dalam disiplin, kemandirian dan spirit of excellence (memberikan karya terbaik dalam segala hal). Ini hal yang harus diakui dan dilihat oleh kita bersama.
Bukan untuk mengecilkan atau menyudutkan pihak tertentu tetapi untuk dicari jalan keluarnya. Saya sangat berharap semua kita, baik alumni maupun segenap civitas academica di SMA Taruna Nusantara untuk bersama membawa kembali almamater kita ke "track" yang telah digariskan oleh pendiri sekolah ini.
Untuk kenang-kenangan, saya tampilkan foto pada 14 Juli 1990 lalu, tepat setelah kami mengikuti upacara pembukaan yang melelahkan, yang diawali dengan 2 minggu latihan baris berbaris diiringi dengan Pantauhir. Minum hanya 3 gelas sehari (akibat tidak ada teko di Graha dan hanya dapat minum saat makan pagi, siang dan malam), sehingga banyak yang akhirnya harus masuk rumah sakit karena memakan tebu di sekeliling lingkungan sekolah. Saat itu saya memilih meminum air dari keran air daripada makan tebu, dan terbukti saya tidak sakit diare sampai harus opname, walau sempat ketar ketir karena minum air mentah. Kami mencuci baju dengan menggunakan batu dan sabun mandi akibat tidak ada kantin yang menjual sabun cuci dan sikat pakaian. Jaga malam setiap hari sejak pukul 10 malam sampai 5 pagi, bergilir tiap jam, berdua-dua. Makan nasi dan lauk beserta "lauk tambahan" berupa belasan lalat hijau di ompreng karena proyek pembangunan sekolah belum selesai sehingga banyak sampah dari barak para pekerja yang akhirnya menjadi sarang lalat hijau.
Banyak hal yang susah saat itu kami alami, tetapi kami senang dan bahagia karena kami tahu, bahwa kami adalah orang terpilih, yang harus melalui banyak seleksi sebelum diterima menjadi siswa di SMA Taruna Nusantara.
Dengan menggunakan seragam pembagian yang belum dipermak, dasi yang besar bagai "golok Jaka Sembung" serta sepatu yang "plastik", kami mengikuti upacara dengan perasaan bangga. Berbaris di depan Alm Benny Moerdani dan Try Soetrisno beserta semua pembesar ABRI (saat itu). Saya yang berasal dari luar Jawa (Lampung) merasa tidak akan pernah bisa menemukan peristiwa seperti itu di kampung halaman, dan saya bangga.
Bisa dilihat di foto ini, betapa letihnya wajah-wajah kami. Menghitam karena selama dua minggu dijemur di Plaza Pancasila dengan seragam SMP masing-masing (kemeja putih dan celana pendek biru) mengikuti kegiatan latihan baris berbaris. Tanah di sekolah ini masih gersang, dan antar graha tidak ada kanopi atau selasar seperti saat ini.
Tetapi kami bangga. Kami bahagia. Dan satu hal di dalam benak kami saat itu, kami berharap sekolah ini tetap ada sampai puluhan bahkan ratusan tahun ke depan untuk bisa diceritakan kepada anak cucu kami.
Bila kini keadaan telah menunjukkan sebaliknya, di mana banyak intrik dan kejadian serta kenyataan yang menunjukkan hal yang berbeda daripada apa yang ditanamkan di awal sekolah itu, wajarkah bila kami "marah" dan "kecewa"?
Tetapi saya sadar, kemarahan dan kekecewaan tidak akan mengembalikan keadaan menjadi lebih baik. Maka dari itu saya mengajak kembali kepada semua, mari kita bawa, kita "kembalikan" SMA TN kepada jalur yang sebenarnya, yaitu mencetak generasi penerus yang punya mental luar biasa dengan kedisiplinan dan kemandirian serta spirit of excellence. Itulah yang membedakan sekolah ini dengan sekolah lainnya. Bukan sekedar mengejar prestasi akademis, tetapi lebih kepada pembentukan kepribadian dari setiap alumninya.
Adik-adik siswa dan siswi, coba perhatikan seragam para abangmu TN-1 di foto ini. Tidak ada yang menggunakan embel-embel tali korps atau apa, karena yang membuat sebuah seragam itu membanggakan adalah orang yang mengenakannya, bukan seragam itu. "The man behind the gun"-lah yang membuat "senjata" memenangkan pertempuran.
Ayo, jangan mau kalah dan menyerah kepada "takdir" bangsa ini yang seolah membenarkan bahwa kita adalah bangsa yang "cenderung merusak apa yang dibuat oleh para pendahulunya". Kalian pasti bisa lebih baik (dan seharusnya demikian) dari para pendahulu kalian, bukan malah sebaliknya.
Dirgahayu SMA Taruna Nusantara, saya berharap terus bisa melihatmu berdiri dengan nilai agung yang ditanamkan para pendirimu sampai puluhan tahun ke depan!!!
Ditulis oleh Alec Pratomo (siswa angkatan 1 SMA TARUNA NUSANTARA)
Saturday, July 14, 2012
14 Juli : Lahirnya SMA TARUNA NUSANTARA
2:21 AM
Karis As A Trader