Malam itu aku berjalan berkendaraan motor menyusuri jalan ke arah Banyumanik. Tangan kananku memegang gas mengendarai motor sedang tangan kiriku menenteng ban luar bekas motor adikku. Ada beberapa tukang tambal ban di pinggir jalan, namun hatiku belum tergerak untuk berhenti dan menggunakan jasanya. Sambil terus berjalan menikmati udara malam, mataku tertuju pada sosok seorang tua yang duduk dipinggir jalan dengan termenung. Di hadapannya adalah alat-alat perbengkelan sederhana untiuk menambal, mengganti atau memasang ban motor.
Tiba-tiba aku pengen berhenti untuk ngobrol dan menggunakan jasa bapak itu mengganti ban luar motorku bagian belakang yang sudah usang dan tipis. Kuperhatikan alat-alatnya sangat sederhana dan keliatan sudah lama sekali digunakan. Kotak untuk menyimpan alat-alat itu lebih parah lagi, sudah tambal sana tambal sini. Lampu petromak sebagai penerangan sangat memprihatinkan. Gak tega juga aku lama-lama disitu. Untung ada seorang lelaki muda yang tak lain adalah anak bapak ini datang membantu.
Beruntunglah aku, karena aku bisa sambil ngobrol dengan bapak ini dengan santai, sementara anak napak itu yang mengerjakan penggantian ban. Yang terngiang ku ingat adalah bahwa bapak itu bekerja hamoir 16 jam, dari pagi sampai tengah malam. Harga minyak tanah 8.000 tapi kadang minyak yang mau dibeli gak ada. Pada saat ngobrol, bapak itu minum ai putih yang wadahnya sudah usang dan kumal. entah air matang atau air mentah kurang jelas.
Aku lebih terkejut lagi, ketika ban sudah selesai diganti, bapak itu hanya menyebut jasa yang harus kubayar 4.000 rupiah. Hmmm sudah capek bekerja seharian, kayaknya juga sepi, ada kerjaan dengan jujur memasang tarif gak di mark up. Ku kasih bapak itu uang puluhan ribu dan kembaliannya ku suruh nyimpan. Dalam hati aku berkata, semoga minimal aku dapat membantu untuk membeli minyak tanah andaipun bapak itu sepanjang malam belum tentu dapat order lagi.
Salam Hormatku Untuk Bapak Tukang Tambal Ban, Semoga engkau benar-benar selalu tulus ikhlas membantu pengendara motor yang kena halangan, dan engkau dapat mencukupi kebutuhan anak dan keluargamu. Aku bangga, di Semarang, kota besar ini masih ada orang seperti bapak. Tetap semangat dan aku yakin, Bapak akan mendapatkan imbalan yang setimbal dari apa yang telah bapak kerjakan. Aku berjanji, klo ada rezeki aku akan sowan ke tempat kerjamu lagi dan sekedar membawakan buah tangan untukmu.
(aku menulis ini sambil air mataku berlinang, mengingat bapakku sendiri yang semakin tua dan hanya ditemani cucunya. Betapa engkaupun berjuang untuk kami anak-anakmu pada masa dulu)