Borobudurlinks, 9 Februari 2010. Satu tahapan baru dalam upaya mendinamisasikan kehidupan kebudayaan di kota Magelang akan dicoba dilakukan oleh www.borobudurlinks.com, dalam bentuk diskusi bulanan. Ide untuk mengadakan kegiatan diskusi ini berangkat dari keprihatinan melihat perkembangan wacana budaya, di kota Magelang, yang relative kurang menggembirakan. Tidak seimbang dengan gerak senibudaya, yang dipermukaan terasa gegap gempita.
Kurangnya pemahaman tentang pentingnya wacana juga terasa di sector kehidupan yang lain. Perkembangan masyarakat dan pembangunan kota bergerak tanpa arah atau visi yang jelas. Output yang dihasilkan pun relative tak mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat, sebagai tujuan akhir dinamika pembangunan.
Target jangka pendek diadakannya diskusi ini, selama 5 bulan ke depan, adalah mencoba menawarkan visi bagi kepemimpinan kota Magelang, khususnya menjelang pilkada yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini. Setidaknya ada 4-5 topik menyangkut isu-isu actual yang paling mendesak untuk dikaji, antara lain: Visi Tata Ruang, Visi Ekonomi, Visi Budaya, dan Visi Anti Korupsi.
Topik yang pertama, Visi Tata Ruang Kota Magelang, akan kami diskusikan pada hari Sabtu, tanggal 13 Februari 2010, bertempat di Museum Diponegoro (eks Karesidenan Kedu), Jalan Diponegoro No. 1 Kota Magelang. Khusus mengenai tempat, kami beruntung mendapat pinjaman tempat yang tergolong situs sejarah dan kebudayaan ini. Untuk itu kami berterimakasih kepada Kantor Disporabudpar Kota Magelang dan Kantor Bakorwil II Jateng, yang telah meminjami tempat itu.
Untuk diskusi kali ini, pembicara atau narasumber yang kami tampilkan adalah:
• WAHYU UTAMI, ST, MT. (Peneliti Sejarah Arsitektur Kota dari UGM)
• OEI HONG DJIEN, dokter (Kolektor Seni/Pemerhati Budaya Kota)
• EDDY SUTRISNO (Anggota DPRD Kota Magelang/Pengusaha Pengembang).
MASALAH.
Disadari atau tidak, kini, Magelang bukan lagi kota yang nyaman sebagai kota tetirah. Udaranya gerah tidak lagi sejuk seperti dulu. Padahal dulu, Ingris dan kemudian Belanda, membangun kota Magelang sebagai pemukiman dengan pertimbangan udaranya sejuk dan kondisi alam (topografi) yang indah. Selain tanahnya yang subur, dan pertimbangan dari segi militer tentunya.
Penyebab perubahan iklim kota Magelang bisa ditelisik dari berbagai faktor. Pemanasan global, misalnya, bisa dituding menjadi salah satu penyebab perubahan itu. Namun yang juga tak boleh diabaikan adalah factor pembangunan kota Magelang sendiri, yang cenderung mengabaikan tata ruang yang sehat.
Dulu, pemerintahan colonial Inggris dan Belanda telah meletakkan dasar-dasar tata ruang kota yang sehat dan terencana sebagai kota modern. Alun-alun sebagai pusat kota, sebelah barat kota sebagai pemukiman, sebelah timur kota sebagai sarana militer, dan di tengah-tengah dari utara ke selatan sebagai zona ekonomi meliputi perkantoran, pertokoan, dan perdagangan (lihat: “Sejarah dan Pola Perkembangan Kota Magelang” di www.borobudurlinks.com ).
Namun, sejak kemerdekaan hingga kini, perkembangan kota Magelang cenderung tak terencana dan tak terkendali. Kota yang sempit itu, karena secara alamiah dibatasi sungai Elo dan Progo, kini dijejali berbagai bangunan, khususnya bangunan ekonomi. Pemukiman penduduk di dalam kota semakin padat, hampir tanpa menyisakan ruang terbuka hijau (RTH) sama sekali.
Kampung-kampung seperti Magersari, Karang Lor/Kidul/Gading, Kemirikerep/Rejo, Tidar, Jenangan, Juritan, Panjang, hingga Wates dan Menowo, kini dijejali rumah tanpa halaman. Semua tanah ditutup beton, tanpa memikirkan bahwa tanah-tanah itu juga butuh ‘bernafas’. Di kampung-kampung itu kini sulit ditemukan tegakan pohon, atau gerumbul semak, apalagi taman sarana bermain dengan perdu bunga warna-warni.
Dulu, pemerintah Belanda membangun berbagai RTH atau public area yang terkonsep dengan baik, antara lain Alun-alun, Stadion Abu bakrin, Taman Gladiol, Taman Badaan, Lapangan RIN, dll. Kini, satu persatu RTH itu digusur atau berubah fungsi. Taman Gladiol berubah jadi perumahan mewah. Sementara Stadion Abubakrin (gosipnya) sebentar lagi juga berubah jadi pusat perbelanjaan.
Beruntung Magelang memiliki lapangan atau sarana latihan militer yang hingga kini masih terawat dan berfungsi dengan baik sebagai RTH, seperti lapangan RIN, lapangan golf Borobudur, bukit Tidar, dll. Kalau tidak ada berbagai sarana militer itu, bisa dibayangkan betapa kering-kerontangnya kota Magelang.
Persoalan lain terkait tata ruang kota, yang juga membuat wajah kota Magelang terkesan semawrut adalah serbuan Pedagang Kaki Lima (PKL) di setiap sudut kota. Rasanya sekarang ini hampir seluruh jalanan di kota Magelang tak terbebas dari jarahan PKL. Apalagi sejak pasar Rejowinangun terbakar, dan hingga kini tak jelas kapan akan dibangun kembali. Mungkin hanya di lingkungan militer yang relative bersih dari PKL.
Fenomena urban lain, selain PKL, yang cukup mengganggu kebersihan dan keindahan kota Magelang adalah keberadaan media luar ruang (MLR-outdoor advertisement) berbetuk baliho, banner, spanduk, neonsign, dll. Mungkin, karena persoalan tata ruang yang tidak terencana dengan baik, kurangnya koordinasi antara pihak-pihak terkait, atau factor selera rendah masing-masing pihak, maka keberadaan sarana promosi yang ada di lokasi-lokasi strategis itu, terasa kurang sedap dipandang mata.
Memang persoalan tata ruang tak bisa dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu kota. Tapi tidak berarti sebuah kota menjadi mata gelap, menghalalkan segala cara, semata-mata demi mengejar perolehan ekonomi atau Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tetap dibutuhkan etika dan estetika untuk membangun sebuah kota. Tentu, untuk keperluan itu semua dibutuhkan sebuah pemerintahan yang memiliki visi atau konsep yang jelas tentang ruang kota, masyarakat, dan pemanfaatannya demi kemaslahatan semua pihak. Yang mampu menjaga dan menciptakan ruang kota yang bermanfaat dan bermartabat.
Dari paparan di atas, kiranya dapat ditarik beberapa persoalan, antara lain:
• Apakah benar telah terjadi degradasi ruang public dan RTH di kota Magelang ?
• Seandainya tidak dapat dikendalikan, sampai kapan ruang kota Magelang mampu menampung beban pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi ?
• Bagaimana memperlakukan PKL secara layak, sebagai bagian dari penataan ruang kota Magelang yang sehat ?
• Bagaimana kiat-kiat yang bisa dilakukan agar mampu menciptakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan lingkungan ?
• Visi seperti apa yang dibutuhkan untuk menciptakan tata ruang kota Magelang yang bermanfaat dan bermartabat ?
• Dan lain-lain.
Pertanyaan-pertanyaan di atas dan berbagai pertanyaan lain yang berkaitan dengan masalah tata ruang kota Magelang, itu akan dibahas dan dicari jawabnya dalam forum diskusi yang akan kami adakan. Diskusi ini akan mengawali serangkaian diskusi yang akan kami adakan setiap bulan, sebagai bagian dari upaya menginventarisasi, mengangkat, sekaligus mencari jawaban berbagai persoalan yang dihadapi kota dan kabupaten Magelang. Inventarisasi masalah serta usulan pemecahannya akan kami persembahkan sebagai bagian dari dedikasi kami kepada pihak-pihak yang berkepentingan di Magelang.
PELAKSANA PROGRAM.
Pelaksana program adalah www.borobudurlinks.com , sebuah media online (portal) yang memfokuskan pemberitaannya pada dinamika senibudaya dan pariwisata Magelang.
Tim Pekerja:
Mualim M Sukethi (Currator/bronidog@yahoo.com/081586756889)
Sholahuddin Alahmed (Coordinator/esakata08@yahoo.com/081392611137)
Agung Dragon (Traffict/kotatoea_mgl@plaza.com/087832626269)
Ardhi Gunawan (Public Affairs/08562917808)
Alamat Sekretariat:
www.borobudurlinks.com
Jalan Logam No.33 Magersari Magelang 56126
Tlp. 081586756889 / 081392611137.
Email : bronidog@yahoo.com atau esakata08@yahoo.com
Website: www.borobudurlinks.com