Jakarta - Hakim yang menangani kasus Prita Mulyasari vs RS Omni Internasional sebaiknya mempelajari tiga alasan mengapa tuntutan yang berlandaskan pasal 27 ayat 3 UUInformasi dan Transaksi Elektronik (ITE) itu harus dibatalkan.
Menurut penjelasan Ketua Pokja UU ITE Masyarakat Telematika Indonesia, Rudi Rusdiah, pasal 27 ayat 3 yang menjadi landasan tuntutan hukum Prita belum berlaku dan semestinya batal demi hukum.
Sebab, menurutnya, definisi informasi dan dokumen elektronik dalam pasal UU ITE itu butuh penjelasan dan menunggu Peraturan Pelaksana (PP) yang masih dirancang Depkominfo dan baru selesai tahun depan.
"Namun pengadilan yang menentukan adalah hakim. Jadi, tergantung persepsi hakim melihatnya," ujar Rudi yang juga memimpin Asosiasi Pengusaha Warnet danKomunitas Telematika (APWKomitel), kepada detikINET, Selasa (8/12/2009).
Meski demikian, berdasarkan analisa yang dilakukan Rudi bersama APWKomitel, Hakim dan Jaksa Penuntut kasus Prita, bisa mempelajari tiga alasan mengapapasal 27 ayat 3 belum bisa dimanfaatkan, dengan penjelasan sebagai berikut:
Ayat yang digunakan untuk landasan tuntutan adalah pasal 27 ayat 3 berbunyi:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atauDokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"
Analisa APWKomitel dari ayat tersebut:
a. Sebetulnya Prita punya hak mengirim email (UUD 1945 pasal 28F), dan bukan tanpa hak mengirim email. Jadi, pasal 27 ayat 3 sudah tidak bisa dipakai.
b. Jika ingin menggunakan pasal 27 ayat 3 maka definisi Informasi dan Dokumen Elektronik harus jelas dan pasti.
c. Namun sayangnya definisi Informasi dan Dokumen Elektronik dengan pasal 5, 6, 7, 8, ini tidak jelas dan belum pasti. Misalnya, pasal 7 berbunyi sebagaiberikut:
"Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumenelektronik harus memastikan bahwa Informasi dan/atau Dokumen eletronik yang ada padanya berasal dari Sistim Eletronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan"
Artinya, menurut Rudi, karena Peraturan Perundang-undangannya belum ada, maka semua tuntutan berdasarkan pasal 27 ayat 3 terbatas demi hukum. Sebab, peraturan mengenai Sistim Elektronik harus ada jika ingin mentransmisikan informasi dan/atau dokumen elektronik seperti yang disebut pada pasal 27 ayat 3.
Jadi, tegas dia, semestinya hakim dan jaksa membatalkan semua tuntutan berdasarkan pasal 27 ayat 3 karena ada pasal 7 yang belum terpenuhi kejelasan dan peraturan pelaksanaannya.( rou / ash )
Menurut penjelasan Ketua Pokja UU ITE Masyarakat Telematika Indonesia, Rudi Rusdiah, pasal 27 ayat 3 yang menjadi landasan tuntutan hukum Prita belum berlaku dan semestinya batal demi hukum.
Sebab, menurutnya, definisi informasi dan dokumen elektronik dalam pasal UU ITE itu butuh penjelasan dan menunggu Peraturan Pelaksana (PP) yang masih dirancang Depkominfo dan baru selesai tahun depan.
"Namun pengadilan yang menentukan adalah hakim. Jadi, tergantung persepsi hakim melihatnya," ujar Rudi yang juga memimpin Asosiasi Pengusaha Warnet danKomunitas Telematika (APWKomitel), kepada detikINET, Selasa (8/12/2009).
Meski demikian, berdasarkan analisa yang dilakukan Rudi bersama APWKomitel, Hakim dan Jaksa Penuntut kasus Prita, bisa mempelajari tiga alasan mengapapasal 27 ayat 3 belum bisa dimanfaatkan, dengan penjelasan sebagai berikut:
Ayat yang digunakan untuk landasan tuntutan adalah pasal 27 ayat 3 berbunyi:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Eletronik dan/atauDokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik"
Analisa APWKomitel dari ayat tersebut:
a. Sebetulnya Prita punya hak mengirim email (UUD 1945 pasal 28F), dan bukan tanpa hak mengirim email. Jadi, pasal 27 ayat 3 sudah tidak bisa dipakai.
b. Jika ingin menggunakan pasal 27 ayat 3 maka definisi Informasi dan Dokumen Elektronik harus jelas dan pasti.
c. Namun sayangnya definisi Informasi dan Dokumen Elektronik dengan pasal 5, 6, 7, 8, ini tidak jelas dan belum pasti. Misalnya, pasal 7 berbunyi sebagaiberikut:
"Setiap orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumenelektronik harus memastikan bahwa Informasi dan/atau Dokumen eletronik yang ada padanya berasal dari Sistim Eletronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan"
Artinya, menurut Rudi, karena Peraturan Perundang-undangannya belum ada, maka semua tuntutan berdasarkan pasal 27 ayat 3 terbatas demi hukum. Sebab, peraturan mengenai Sistim Elektronik harus ada jika ingin mentransmisikan informasi dan/atau dokumen elektronik seperti yang disebut pada pasal 27 ayat 3.
Jadi, tegas dia, semestinya hakim dan jaksa membatalkan semua tuntutan berdasarkan pasal 27 ayat 3 karena ada pasal 7 yang belum terpenuhi kejelasan dan peraturan pelaksanaannya.( rou / ash )